THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

11 Januari 2008

Polisi, reformasi dan rakyat.

Bodoh dan takut begitulah cap yang dirasakan oleh rakyat Indonesia saat ini. Tapi betulkah demikan adanya. Tapi sebenarnya rakyat Indonesia pintar dan berani, pernahkah anda saksikan di salah satu televisi swasta kita, dimana rakyat korban bencana di Yogya yang dapat menuntut haknya yaitu uang bantuan dari pemerintah akhirnya dapat diterima dengan utuh.

Apa syaratnya, tentu harus ada yang memimpin atau ada lembaga yang mempelopori dan membantu dan mempersatukan rakyat agar mau berjuang menuntut haknya.

Contohnya adalah saat berurusan dengan kepolisian. Melaporkan kehilangan/kecurian barang, apakah barang akan kembali setelah lapor polisi.atau malah kita yang kena biaya itu dan ini, kalaupun barang yang hilang ketemu akankah kita tidak kena biaya atas barang kita sendiri? Bagaimana dengan pembuatan SIM? Apakah semua kantor kepolisian hanya mencari kesalahan, mempersulit masyarakat yang ujung ujungnya dimintai uang?

Saya punya pengalaman di Polres Bekasi, saat itu saya mengantar istri intuk membuat SIM. Tepatnya pada hari Jumat tanggal 4 januari 2008 antara jam 10.00 – 13.00 wib. Bagaimana rakyat Indonesia yang sebagian besar pendapatannya pas-pasan bahkan pendapatannya lebih kecil dari polisi yang yang berpangkat lebih rendah, mereka apabila ingin membuat SIM dengan mudah harus mengeluarkan uang Rp.300.000,- s/d Rp.350.000,- .

Mengikuti aturan sesuai prosedur, jangan harap SIM itu akan langsung jadi saat itu, ada saja kesulitan yang akan dialami misalnya, dengan alasan sudah jam 12.00 ujian praktek akan dilaksanakan esok hari. Padahal jam kerja pegawai negeri juga polisi s/d 15.00,-.

Saya sendiri memang tidak termasuk yang dipersulit karena kebetulan saya anggota TNI, tetapi saya melihat orang lain yang mengalami hal itu sedih rasanya. Mulai dari tempat parkir sudah ada yang menawari kemudahan membuat SIM. Di tempat fotokopi dua orang polisi berpakaian dinas dengan tenangnya menerima uang sekitar Rp. 300.000,- dan fotokopi ktp calon pemegang SIM diberi parafnya agar diketahui bagian pengurusan SIM bahwa si polisi itu yang membantunya.

Istri saya pun dibisiki mau dibantu dengan biaya Rp.310.000,-, tetapi istri saya menolaknya. Begitu pula ditempat pemeriksaan kesehatan/klinik penawaran untuk dibantu dengan biaya Rp.350.000,- dengan mengatakan silahkan cari ke tempat lain bila lebih murah katanya. Setelah membayar biaya cek kesehatan rp.20.000,- dilanjutkan ke tempat asuransi bayar Rp.15.000,- terakhir bayar ke bank Rp.75.000,- jadi total Rp.110.000 biaya untuk pembuatan SIM itu (SIM C).

Di bagian pendaptaran ada seorang perempuan yang melempar uang Rp.300.000 dengan kesal, supaya dibantu dibuatkan SIM daripada selalu dipersulit, di bagian loket ada pegawai berpakaian preman (polisi berpakaian preman ?)dengan tenangnya tetap mengambil/menerima uang yang dilempar oleh perempuan tersebut. Wow, betapa rendahnya mereka mau menerima uang yang dilempar, bagaimana dengan anda (apabila membaca blog ini) diperlakukan oleh orang yang memberi uang dengan dilempar?

Saat itu kebetulan keponakan saya juga mau membuat SIM C, sebelumnya sudah terlanjur membuat SIM A dan langsung jadi (langsung foto) dengan biaya rp.350.000,- melalui orang dalam. Akhirnya coba saya Bantu sesuai prosedur dengan biaya rp.110.000 sampai dengan ujian teori, dengan alasan sudah jam 12.00 ujian praktek besok saja katanya. Biar ngotot bagaimanapun kita tidak bisa dapat diselesaikan simnya saat itu juga. Akhirnya esok harinya, dengan membayar Rp.100.000 kepada pengurus ujian teori, akhirnya keponakan saya dapat juga SIM C tersebut..

Kalau seharusnya biaya Rp.110.000,- untuk pembuatan sim itu kurang bagi instansi kepolisian, dan masyakat kita juga mampu untuk membayar Rp.350.000,- kenapa tidak dibuat aturan baru yang menguntungkan kepolisian tapi juga tidak menyulitkan masyarakat.

Biaya pembuatan SIM pada tahun 80-an itu hanya RP.25.000,- dan dinaikan pada tahun 90-an menjadi sekitar Rp.110.000,- adalah untuk memudahkan masyarakat yang membuat SIM serta menghilangkan percaloan karena SIM bisa langsung jadi hari itu juga. Mungkin sudah lama tidak ada kenaikan biaya pembuatan SIM tidak ada salahnya kepolisian mengusulkan pembuatan SIM dengan biaya yang tinggi tetapi langsung jadi tanpa dipersulit dan dilengkapi dengan petunjuk berlalu lintas yang benar. kalau masih melanggar juga tilang aja!

Bagi saya kelancaran dan kejelasan aturan harus coba ditegakkan. Kalau dengan alasan pembuatan SIM harus melalui test dan ujian, tetapi oknum polisi bisa mempersulit dan dengan biaya yang tinggi akhirnya juga bisa meluluskan orang untuk bisa memiliki SIM dan belum tentu juga karena bayar mahal ia belum bisa mengendarai kendaraan? Kalaupun mereka bisa mengendarai kendaraan dengan mempunyai SIM apakah mereka mengerti tentang aturan tertib berlalu lintas? Lihatlah banyak sekali pelanggaran dilakukan oleh semua jenis kendaraan yang tentunya tidak perlu saya sebutkan silahkan baca di Koran.

Atau memang polisi lebih suka dan memelihara pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat biar mendapat pemasukan dari uang tilang?

Kayaknya memang demikian.

Jadi dimanakah reformasi yang digulirkan itu, dimana kepolisian sudah memisahkan diri dari Hankam/Abri. Mereka berfungsi di bidang keamanan, dan TNI di bidang pertahanan.

Lalu ngurusin SIM dan lalu lintas itu masih urusan keamanan?

Kalau percaloan dilarang dan aparat kepolisian wajib memberantas percaloan tersebut, kenapa malah polisi sendiri yang menjadi calo pengurusan SIM?

Saya tidak mau membela Dephub untuk mengambil alih tugas ini, walau mereka sudah mengusulkan UU lalu lintas. Tapi aparat dephub pada kenyataannya tidak lebih baik daripada aparat kepolisian.

Saya juga mendukung apabila memang polisi akan digaji lebih besar, itu lebih memacu mereka untuk benar benar melindungi, melayani masyarakat. Bukannya gaji tetap besar tapi mental tetap memeras rakyat. Ini harus diubah.

Kembali ke pembuatan SIM, bagaimana dengan rakyat. Mereka sudah menjalankan peraturan untuk memiliki SIM, tetapi posisi mereka lemah karena mereka sangat memerlukan SIM, dimana sang polisi juga di jalan yang akan menilang apabila tidak mempunyai SIM. Atau juga SIM merupakan persyaratan untuk mendapatkan pekerjaan, lihatlah tukang ojek, pengantar pos, pengantar makanan siap saji atau apa saja pekerjaan yang menggunakan kendaraan.

Sebenarnya rakyat itu ingin melawan atas ketidak adilan yang dilakukan oleh polisi, tetapi mereka tidak mempunyai kekuatan atau tidak ada pemimpin untuk merubah perilaku polisi seperti itu. Tetapi kita juga tidak mau menghakimi polisi karena polisi juga berasal dari rakyat.

Bagaimana bapak kapolri?

Kesejahteraan polisi perlu ditingkatkan?

Tapi jangan memeras keringat dari rakyat yang pendapatannya lebih kecil!

Lihatlah atau auditlah semua polisi mulai dari pangkat terendah, darimanakah harta benda mereka mendapatkannya ?

saya menulis ini karena saya juga mencintai polisi, aparat keamanan yang saya idam idamkan seperti polisi HUNTER di TV, bukan yang seperti sekarang. berubahlah. jangan menjadi cemoohan masyarakat, mungkin instansi tempat kami bekerja juga belum 100 persen baik, marilah saling memperbaiki , mengkritik demi kebaikan aparat idaman masyarakat indonesia .

MAJULAH POLISI INDONESIA


0 komentar: